Emansipasi di Balik Kamar Pingitan Kartini

Ditulis oleh: Syarif Hidayatullah

Raden Ajeng Kartini merupakan perempuan kelahiran Jepara tahun 1879 yang memiliki ambisi dalam memperjuangkan hak-hak wanita. Setelah menempuh pendidikan di Europese Lagere School beliau berniat menempuh pendidikan ke Belanda menyusul kakak laki-lakinya namun terganjal izin sang ayah, karena menurut sang ayah “untuk apa perempuan menempuh pendidikan setinggi itu yang pada akhirnya berakhir mengurus rumah tangga dan melayani suami”. Disisi lain, saat itu beliau sudah menginjak usia ke-12 tahun, yang dimana pada saat itu usia tersebut sudah dianggap dewasa, dan ketika menginjak usia dewasa wanita kala itu tidak diperbolehkan keluar kamar alias dipingit.

Berawal dari kondisi pingitan itu, beliau mulai mempertanyakan soal kesetaraan gender. Terbesit dalam pikirannya “mengapa laki-laki boleh menentukan pilihan hidupnya sendiri sedang perempuan tidak bisa? Dimana letak keadilannya? Kenapa laki-laki dan perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk meraih mimpinya masing-masing? Kenapa perempuan hanya dianggap seolah-olah sebagai benda mati yang sudah selayaknya mengikuti perintah pemiliknya? Apakah ini adalah sesuatu hal yang mutlak harus dilakukan? Apakah memang ini adalah kesalahan struktural dalam sebuah konsep berbudaya dan bertradisi? Atau seperti apa? Apakah ini bisa dirubah?”.

Bayangkan anak perempuan umur 12 tahun dengan segala keterbatasan budaya dan tradisi sudah berpikiran sejauh itu, melihat ambisi dari adiknya yang benar-benar dibatasi dari akses belajar karena terbelenggu oleh budaya pingit itu, membuat kakak laki-lakinya yang sedang menempuh pendidikan di Belanda itu merasa iba. Alhasil, sebelum sang kakak kembali bertolak ke Belanda, dia memberikan hadiah kepada adiknya itu berupa puluhan buku ilmu pengetahuan untuk Raden Ajeng Kartini. Tujuannya, agar Kartini bisa belajar dibalik kamar pingitannya untuk mengenal dan melihat betapa luasnya dunia dan luasnya ilmu pengetahuan walau hanya di dalam kamar pingitan.

Hal tersebut membuat Kartini mampu bangkit lagi untuk membangun sebuah ambisi yang sempat redup kemarin karena dimatikan oleh suatu tradisi. Sekalipun hanya berada di dalam ruangan kecil yaitu adalah kamar pingitan, tidak menggoyahkan sama sekali semangat dan ambisi Kartini untuk melihat luasnya dunia dari buku yang beliau baca. Dari sanalah beliau mulai tertarik dengan pemikiran-pemikiran maju perempuan Eropa.

“Ternyata perempuan dan laki-laki itu bisa memiliki kesempatan yang sama untuk meraih cita-citanya. Ternyata kesetaraan gender itu mungkin saja bisa terwujud dalam peradaban yang tidak semuanya laki-laki dan perempuan tidak diperhitungkan. Ternyata tidak seperti itu”. Berangkat dari pemikiran-pemikiran itu beliau sadar jika konsep-konsep tersebut hanya beliau sendiri yang paham, itu tidak akan pernah cukup untuk bisa merubah tradisi dalam suatu peradaban, khusunya tentang peran perempuan.

Maka dari itu, beliau mulai menuangkan pemikiran di dalam sebuah tulisan dan meminta beberapa surat kabar ternama pada kala itu agar menerbitkannya. Tujuannya, untuk memajukan pemikiran serta memperjuangkan hak perempuan agar memperoleh kebebasan otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian gerakan yang lebih luas.

Namun, sebelum beliau akhirnya bisa memberikan gebrakan-gebrakan yang sangat-sangat besar lagi, Kartini dijodohkan oleh ayahnya dengan bupati Rembang yang bernama Kanjeng Raden Mas Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningra. Namun sebelum mengiyakan perjodohan tersebut, beliau sekali lagi tidak lupa dengan misi dan ambisi besarnya, sehingga memberikan syarat kepada calon suaminya. Salah satunya diperbolehkan untuk membuka sekolah khusus perempuan pribumi, agar mereka semua memiliki pemikiran-pemikiran yang maju.

Sang suami pun menyanggupi dan mendukung 100% dengan sebuah pergerakan besar yang ingin dilakukan oleh Raden Ajeng Kartini. Perlahan sekolah perempuan mulai berkembang dan mulai banyak berada di beberapa daerah. Sampai sekarang peradaban pun mulai berubah, perempuan memiliki kesempatan yang sama layaknya seorang laki-laki yang bisa duduk berdiskusi dan berdebat di suatu forum yang sama. Segala bentuk pemikiran dari perempuan sudah menjadi bahan pertimbangan dalam sebuah gagasan. Ini semua karena perjuangan Raden Ajeng Kartini. Bisa dikatakan kala itu beliau satu-satunya perempuan Indonesia yang memiliki keberanian sebesar itu dengan gagasan dan ambisinya yang ingin merubah suatu peradaban.

Setelah perjuangannya dimasa lalu tuntas, saat ini perempuan-perempuan sudah tampil sebagai konseptor, penganalisa dan pengambil keputusan. Kartini pada zaman ini bukan hanya sebagai pengikut, lebih dari itu mampu memimpin pria. Sebagai perempuan tentunya Kartini masa ini tak melupakan apa yang sudah menjadi takdirnya. Peran sebagai ibu dan istri tak pernah dilupakan, hanya saja zaman sekarang ada perubahan nilai terutama bagi perempuan yang berkarir. Kartini-Kartini millennial dan gen z tak hanya berdiam diri di rumah, tetapi turut menjadi pejuang bagi keluarganya. Tak sedikit yang memiliki usaha yang maju pesat atau karir tinggi dalam pekerjaannya.

Apakah hal tersebut seperti pembuktian diri? Justru tidak! Mereka memang memiliki semangat dari Ibu Kartini yang terus maju untuk meraih mimpi-mimpinya, tapi bukan untuk membuktikan apapun. Mereka memperjuangkan apa yang menjadi keyakinan mereka bahwa yang hidup yang mereka jalani adalah jalan terbaik. Semangat dari seorang Kartinilah yang kemudian mereka bawa dalam kehidupan.

Kehidupan merekalah yang memberikan arti bukan hanya pada lingkungan terdekatnya, melainkan meluas hingga menyentuh ranah publik. Nilai-nilai Ibu Kartini masih mereka pegang teguh dalam dirinya. Tidak lupa akar budaya yang menjadi kearifan mereka dalam bersikap dan bertindak. Bagi penulis Hari Kartini adalah semangat para perempuan untuk terus maju tanpa merisaukan gender dalam lingkup besar maupun kecil.

Tentang Penulis:

Syarif Hidayatullah adalah Mahasiswa manajemen tingkat akhir di Universitas Terbuka yang energetik, ambisius serta memiliki rasa empati yang besar terhadap kemanusiaan. Aktif dalam organisasi dan komunitas serta sering terlibat sebagai relawan kemanusiaan dan beberapa event nasional serta internasional. Memiliki ketertarikan di bidang pengembangan SDM serta manajemen bisnis. Mahir problem solving, mempunyai prinsip work life balance dan berpikir kritis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close