Tapal Batas, Wajah Indonesia Yang Dilihat Negara Tetangga

Tangerang – RumahMillennials.com | Hari libur kejepit membuat saya bermalas-malasan hingga berakhir dengan berbincang-bincang via mobile messaging dengan teman lama yang sudah beberapa tahun tak bertemu. Melalui pembicaarn itu, saya mengetahui ia sekarang telah bekerja di daerah perbatasan di Kalimantan Utara. Pembicaraan itu yang membuat saya teringat kembali akan pengalaman saya berjalan-jalan di tapal batas Kalimantan Barat.

Tapal batas adalah perkampungan sepanjang batas negara. Pada Januari 2020, saya mengunjungi salah satu dusun di tapal batas yaitu Dusun Pangah, Desa Semanget, Kec. Entikong, Kalimantan Barat didasari oleh rasa ingin tahu karena belasan tahun saya habiskan di Tanah Borneo, belum pernah sekalipun saya melihat bagaimana perbatasan antar negara Indonesia-Malaysia. Saya disambut oleh Kepala Dusun Pangah yang ramah bernama Pak Sajad. Ia menceritakan bahawa Dusun Pangah sudah didiami sejak 130 tahun lalu menurut temuan jejak pecahan kaca nenek moyang dan sejarah leluhur.

Mayoritas masyarakat dusun ini bekerja dengan berladang maupun berkebun. Hasil ladangnya digunakan untuk memenuhi konsumsi keluarga dan masyarakat sekitar dalam setahun. Hasil kebunnya yaitu karet dan lada dijual untuk menghasilkan uang. Karet dijual oleh masyarakat sekitar ke daerah di Kalimantan Barat atau di kampung itu sendiri, tidak dijual keluar karena biaya transportasi dan pajak yang mahal.

Untuk kebutuhan sehari-hari, Pak Sajad bercerita bahwa masyarakat Dusun Pangah sering berbelanja di Desa Balai Karangan dengan akses jalan besar yang dapat ditempuh dalam satu jam perjalanan. Tapi, beberapa desa di sekitar tapal batas masih ada yang membeli keperluan sehari-hari di Malaysia karena lebih praktis dan dekat contohnya, Desa Sukumon yang hanya dibatasi perkebunan sawit antara Indonesia dan Malaysia. Sedangkan, warga negara Malaysia lebih suka belanja tembakau/rokok di Indonesia.

Transaksi antar warga tapal batas mudah terjadi karena saling memberlakukan mata uang kedua negara. Contohnya, di dusun Pangah berlaku mata uang Rupiah dan Ringgit juga di pasar-pasar Malaysia sekitar tapal batas menerima uang Rupiah walaupun warga di perkampungan tidak. Beberapa dusun lainnya seperti Suluh Tembawang, Palapasang, dan Tunjemak memakai Ringgit dan jalan taninya dibuat sampai ke perbatasan sehingga menyebabkan akses ke Malaysia lebih dekat dibanding ke Indonesia. Sebetulnya, jalur legal untuk bepergian Malaysia-Indonesia adalah melewati PLBN (Pos Lintas Batas Negara), Entikong. Namun, masyarakat dusun diberi kelonggaran untuk keluar masuk wilayah melalui jalan tikus tanpa menggunakan passport atau surat lainnya.

Untuk fasilitas pendidikan, pemerintah Malaysia menggratiskan sekolah-sekolah di perbatasan wilayah negara tersebut untuk jenjang SD hingga SMA. Selain itu, siswa juga difasilitasi asrama dan akomodasi. Berbanding terbalik dengan di desa perbatasan wilayah Indonesia, mereka tidak difasilitasi secara gratis untuk menempuh pendidikan formal. Walaupun begitu, Pak Sajad mengatakan bangunan sekolah di tapal batas sudah lebih baik dan guru juga cukup memadai dibandingkan kondisi dulu. Sebelumnya, mayoritas warga hanya mampu menamatkan SD dikarenakan akses jalan yang tidak mendukung untuk mencapai sekolah. Hingga akhirnya dibangun jembatan pada tahun 2010 untuk menyeberangi sungai menuju sekolah-sekolah. Hal ini berdampak positif yaitu beberapa tahun terakhir banyak anak-anak dusun yang berhasil menamatkan SMA berkat akses jalan yang lebih mudah.

Hidup di perbatasan antar kedua negara membuat warga yang hidup di sekitar tapal batas ibaratnya adalah wajah dari Indonesia itu sendiri karena warga negara tetangga dapat melihat Indonesia dengan berinteraksi langsung dengan dengan warga tapal batas.  Sayangnya, mereka tidak mendapatkan fasilitas yang optimal seperti orang-orang yang hidup di kota-kota besar rasakan. Dengan pembangunan fasilitas dan sarana penunjang untuk daerah tapal batas kiranya juga dibarengi dengan kepedulian sesama masyarakat Indonesia untuk menjaga daerah-daerah yang menjadi batas negara kita sendiri.

Trisina S

Trisina S Journalist of Rumah Millennials As electrical engineering graduate, she has particular interest in technology of both renewable and nonrenewable energy. She is keen on community involvement also reading novels when not spending time with errands.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close