Masyarakat Indonesia Berperan Besar Dalam Peralihan Energi Fosil Ke Energi Terbarukan

Jakarta – RumahMillennials.com | Rumah Millennials menyelenggarakan Millennials Talks (M-Talks) yang bertajuk “How to Create a Sustainable Impact in Indonesia through Energy Sector” di Indity Co-Working Space, Jakarta Pusat, Sabtu 22 Februari 2020. M-Talks kali ini sangat menarik karena relevan dengan bagaimana seluruh dunia termasuk Indonesia sedang mengubah konsumsi energi secara perlahan dari fosil ke energi terbarukan.

Dalam M-Talks ini, Rumah Millennials mendatangkan Lubis Herbert dari Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, Joko Tri Haryanto yang merupakan perwakilan kementerian keuangan di bidang pusat kebijakan pembiayaan perubahan iklim dan badan multilateral, dan Lia Hilyatuz Zakiyyah, Research Associate dari Universitas Indonesia dan Climate leader of Climate Reality Project Indonesia. Sementara itu, Satya Hangga Yudha Ketua Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Rumah Millennials menjadi moderator.

Lubis Herbert menekankan bahwa Indonesia punya komitmen untuk berkontribusi dalam perubahan iklim. “Indonesia sudah berkomitmen sebesar 29% secara business as usual dan 41% dengan bantuan internasional” tutur Herbert. Selain itu, Herbert juga mengingatkan bahwa pada intinya perubahan iklim dapat membawa kerugian bagi manusia. “Intinya disini, polusi menyebabkan manusianya terancam, bahwa ada korban nyawa dan kerugian”.

Energi Nuklir juga tidak bisa dilepaskan sebagai sumber energi. Terlebih, dengan masa transisi dari fosil ke terbarukan, kita tidak bisa menutup mata kalau nuklir masuk dalam grafik sumber energi. “Transisi itu yg berhubungan dengan RE termasuk ada nuklir juga, jadi kita tidak bisa menolak fakta di lapangan bahwa nuklir juga muncul di grafik energi sources” jelas Herbert. Herbert juga menyebutkan bahwa energi akan menjadi bagian dari transisi energi di Indonesia. “Apa yang menjadi transisi itu akan didominasi dengan energi terbarukan dan gas, walaupun dia dari fosil namun dia bersih.”

Lubis Herbert

Joko Tri Haryanto yang menjadi perwakilan pemerintah menjelaskan apa saja yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini. Salah satunya memberlakukan tarif cukai terhadap plastic. “Dua hari yang lalu, kementerian keuangan dan DPR sepakat untuk menghentikan tarif cukai plastik. Jadi ke depan, temen – temen ketika mengonsumsi plastik harus bayar cukai.” Jelas Joko.

Alasan cukai plastik diberlakukan, karena 70% sampah di Indonesia adalah sampah plastik. Ditambah lagi, jika dikaitkan dengan energi, banyak pemborosan yang terjadi. Joko mencontohkan bagaimana perilaku belanja yang menggunakan dua kendaraan bermotor dan ketika ke toko ritel, belanjanya tidak banyak namun penggunaan plastiknya sangat masif. Joko berharap bahwa dengan adanya tariff cukai ini dapat mengubah perilaku masyarakat dalam mengonsumsi plastik.

Sebagai enabling actor, pemerintah, Joko mengatakan, telah menyiapkan instrument pendanaan yang disebut green sukuk. “Pada tahun 2018, pemerintah meluncurkan green sukuk pertama di dunia dengan sistem syariah. Digunakan untuk Sembilan sektor hijau, salah satunya adalah energi terbarukan” jelas Joko. Ada instrument pendanaan lagi, yaitu green sukuk retail. Selain itu, Joko juga mengatakan kalau Indonesia juga diminati banyak investor dan salah satu yang terbesar dari Green Climate Fund dimana Kementerian Keuangan menjadi perwakilan resminya. Joko mengajak para hadirin untuk memberikan proposal yang inovatif.

Joko Tri Haryanto

Terakhir, Lia Hilzatuz Zakiyyah memberikan pemaparan yang situasinya sangat nyata bagi millennial: kenapa kita harus peduli dengan perubahan iklim dan apa yang bisa dilakukan oleh kita. Lia mengajak untuk berpikir dengan perspektif kalau sekarang ini dunia sedang mengalami climate crisis. “Sekarang ini namanya bukan climate change tapi climate crisis. Kita harus tetap optimis dan lakukan apapun yang kita bisa” tutur Lia.

Lia mengatakan beberapa alasan kuat kenapa harus menggunakan energi terbarukan salah satunya karena mereka gratis, dan mengurangi ketergantungan. “Kita punya semua sumbernya, namun kenapa tidak dimanfaatkan untuk konsumsi energi kita. Energi terbarukan bisa menghindari konflik geopolitik dan mereka tidak begitu mahal, serta dapat menciptakan lapangan pekerjaan” jelas Lia.

Dalam hal pekerjaan, menurut Lia, Indonesia butuh banyak kemampuan dan latar belakang dalam menyelesaikan isu tersebut. Ini bisa jadi secercah harapan bagi para millennial yang masih galau tentang pekerjaan yang akan diambil. Ditambah lagi, jika Indonesia pindah ke energi terbarukan, banyak pekerjaan baru yang akan muncul. “Sebenernya kalau kita pindah ke transisi energi terbarukan, akan menciptakan banyak lapangan pekerjaan” jelas Lia. Climate Leader ini mengajak kita semua untuk berperan dan ambil aksi nyata sesuai dengan toolbox yang dimiliki.

Benang merah dari semua ini adalah pentingnya semua pihak untuk terlibat. Joko mengatakan kalau peran pemerintah hanya 20%, sisanya berarti masyarakat yang berperan aktif. Semakin banyak masyarakat yang berdaya, punya karya, dan jadi memiliki makna, climate crisis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, mari semua untuk mengeluarkan karya terbaiknya!

Rizky Ridho Pratomo

Siblings Rumah Millennials Saya adalah mahasiswa tingkat akhir jurusan Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Bidang yang saya minati adalah Politik, Keamanan, Hubungan Internasional, Filsafat, Agama, Lingkungan, Pendidikan dan Pengembangan kepemudaan. Memiliki passion dalam menulis artikel dan membaca buku. Beberapa bulan lalu bergabung di Rumah Millennials dan menjadi Kepala Bidang Riset dan Pengembangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close