Tingkat Literasi Indonesia Bergantung Pada Kreatifitas Millennials ?

Pada tahun 2016 yang lalu dunia pendidikan dan literasi Indonesia heboh akibat hasil riset Peringkat Negara-Negara Paling Banyak Membaca yang dirilis oleh John Miller dari Central Connecticut State University yang menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat 60 dari 61 negara yang dinilai. Indonesia hanya unggul dibandingkan Botswana yang berada di peringkat akhir. Sedangkan pada peringkat pertama bertengger Finlandia.


Melihat peringkat ini tentu saja membuat saya merenung tentang bagaimana kondisi Indonesia yang dalam beberapa tahun kedepan akan didominasi oleh jumlah Millennials. Mengingat, perilaku Millennials terbilang cukup berbeda akibat lingkungan mereka yang dekat dengan perangkat digital dibandingkan generasi-generasi sebelumnya. Menariknya, tren membaca dikalangan Millennials cenderung meningkat. Setidaknya itu yang terjadi di Amerika Serikat. Seperti riset yang dilakukan Pew pada tahun 2014 misalnya yang mengatakan bahwa Millennials membaca buku lebih banyak dibandingkan senior-seniornya. Namun Pew juga menemukan sebuah paradox bahwa Millennials cenderung kurang menghargai hadirnya sebuah perpustakaan.


Fenomena tersebut agaknya terjawab ketika riset yang juga dilakukan oleh Pew pada tahun 2016 yang menemukan bahwa penduduk Amerika mulai banyak membaca buku lewat ponsel pintar. Dalam kata lain, buku digital mulai menjadi perhatian meskpun buku fisik masih populer. Aktifitas Millennials dalam membaca pun perlu juga dicermati. Sebab ternyata para generasi digital ini memang membaca lebih banyak namun dengan gaya yang berbeda. Mereka cenderung membaca atau lebih tepatnya melakukan baca cepat (scanning) untuk menemukan hal yang mereka butuhkan seperti mencari informasi, dan data. Dengan kata lain mereka membaca with purpose. Selain itu Millennials tidak hanya pasif menerima informasi dari yang mereka baca, mereka juga melakukan timbal balik seperti memberi komentar dan membagikan bacaan yang menurut mereka menarik di lingkar pertemanannya.
Hal ini tidak mengherankan sebab Millennials menurut sains dikatakan memiliki kemampuan konsentrasi (attention span) yang rendah. Sehingga mereka sulit untuk melakukan aktifitas yang membutuhkan perhatian cukup lama seperti membaca. Itu mengapa, para pembuat konten disarankan untuk mulai memerhatikan sisi desain agar Millennials tertarik untuk “membaca” informasi yang diberikan karena sifatnya lebih menghibur (entertaining). Tidak hanya sisi desain, sejatinya dalam dunia sastra sisi menghibur lewat teknik bercerita atau story telling merupakan aspek yang juga diperhatikan dalam sebuah karya. Seperti yang disampaikan oleh novelis Indonesia peraih penghargaan World Readers’ Award 2016, Eka Kurniawan saat diwawancarai oleh Aan Mansyur April 2015 yang lalu menuturkan bahwa dirinya lebih memilih untuk menjadi pembaca daripada seorang penulis untuk menemukan kenikmatan dari sebuah buku.


Membaca buku fiksi bisa jadi merupakan pintu masuk dari kebiasaan seseorang untuk membaca karena memiliki aspek menghibur yang kuat. Bahkan Adam Grant dalam bukunya ‘Originals‘, mengobservasi bagaimana orang-orang berpengaruh di dunia ternyata memiliki kesukaan pada buku-buku fiksi. Sebab menurutnya buku-buku fiksi memliki kemampuan untuk menginspirasi seseorang untuk mempercayai bahwa hal yang mustahil terjadi (seperti perubahan sosial) dapat terjadi dengan upaya-upaya yang mengejutkan dan heroik.


Sisi menghibur juga kental dengan format komik, yang saat ini di Indonesia cenderung menjadi tren. Berbagai komikus muda bermunculan di Indonesia karena saat ini format-format digital membuat komik menjadi mudah diakses. Sosial media berseliweran materi-materi baca berbasis visual seperti ini. Pun sama halnya dengan bacaan cukup “berat” seperti berita yang ternyata banyak dibaca karena didistribusikan lewat kanal-kanal digital. Di Indonesia sebagaimana data survey terbaru yang dilansir Dailysocial, menyatakan bahwa materi-materi bacaan di Tanah Air banyak disebarkan melalui platform digital seperti sosial media, Facebook dan Line Today serta situs resmi. Dalam data tersebut juga ditemukan bahwa sekitar 70% persen responden tidak lagi berlangganan koran fisik.

Artinya, secara sederhana saya memandang bahwa Millennials di Indonesia tetap memiliki kebiasaan membaca namun dengan cara yang berbeda dengan generasi digital immigrant .

Namun tentu saja, tantangan Millennials di Indonesia tidak hanya membangun budaya membaca lewat media baru yang lebih menarik dan menghibur. Tetapi juga harus mampu membangun akses literasi secara inklusif di daerah-daerah Indonesia lainnya. Memperbanyak perpustakaan untuk dapat terus bertahan ditengah gempuran digital, atau bahkan melakukan digitalisasi perpustakaan yang didedikasikan untuk generasi penerus Indonesia.


Ibu Kiswanti Eko dengan Taman Baca Warabalnya di Parung, Kabupaten Bogor merupakan salah satu saja dari sekian banyak “pahlawan” yang melejit karena buku. Meski hanya lulusan SD dan dahulu hanyalah seorang penjual jamu keliling. Kini namanya menjadi referensi banyak orang perihal bagaimana membina sebuah komunitas literasi anak-anak di daerah dan menginspirasi banyak taman-taman baca baru yang tidak hanya diinisiasi oleh generasi sebelum Millenials tapi juga generasi Millennials sendiri. Kita memang harus banyak belajar dari sosok “senior” seperti beliau.
Pada akhirnya, saya cenderung optimis peringkat gemar membaca negeri ini akan melonjak naik berkat peran dari para Millennials dengan bentuk dan cara-cara yang berbeda sesuai kreatifitas dan konteks masyarakat saat ini. Sebab bila tidak, generasi Indonesia akan mengalami permasalahan sebagaimana dijelaskan oleh John Miller,masyarakat yang tidak membiasakan untuk membaca akan miskin dan malnutrisi secara pikiran dan tubuh, sehingga cenderung represif dalam hak-hak asasi dan kehormatan manusia, brutal dan kasar.”

Selamat Hari Buku Nasional 2017 kepada seluruh generasi millennial Indonesia!

Author :

Bagus Ramadhan. Pemuda asal Malang yang lulus dari Kota Pahlawan. Penggiat pemasaran positif dan penyebar ide-ide kreatif. Saat ini menjadi Peneliti Pemasaran dan Penulis Konten di Good News From Indonesia, Content Coordinator Rumah Millennials dan ia juga merupakan Co-Founder dari situs platform ide teknologi, TEKNOIA.

 

Photo Sources :

https://www.timeshighereducation.com/books/reviews-what-are-you-reading-9-february-2017

https://clipartfest.com/categories/view/d7777761bd733dac3d62c188837753e0dd48cc5e/pictures-of-students-reading-books.html

http://www.takepart.com/article/2016/03/09/10-most-literate-countries-world

http://www.dickinsonpress.com/publishingsolutions

http://news.medill.northwestern.edu/chicago/liberation-library-empowers-youth-in-prison-with-books-of-their-own-video/

kompasiana.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close