Inovasi Pendidikan sebagai Pilar Kemajuan Bangsa

Jakarta – RumahMillennials.com | Pendidikan adalah salah satu topik yang tak akan pernah habis untuk dibahas. Faktor pendidikan menjadi salah satu hal penting untuk mendukung kemajuan sumber daya manusia. Oleh karena itu, Millennials Talks (M-Talks) hadir kembali dengan tema “Inovasi Pendidikan sebagai Pilar Kemajuan Bangsa” untuk memberikan informasi sekaligus edukasi mengenai inovasi dari dunia pendidikan yang telah berlangsung selama ini bersama narasumber yang inspiratif.

Jika dulu pendidikan terbatas didapatkan melalui institusi formal maupun organisasi khusus, sekarang pendidikan sudah semakin mudah dijangkau, bahkan TikTok selain menjadi tempat untuk mengekspresikan diri dalam bentuk koreografi tarian, sosial media ini juga dijadikan sarana edukasi (semoga dalam hal baik, ya!). Salah satu speaker inspiratif yang turut mengisi M-Talk kali ini adalah Ina Liem, CEO Jurusanku.com dan Career Consultant. Menurut Ina, tujuan pendidikan secara garis besar itu ada 3, yakni mempersiapkan murid untuk berkarir; menjadi manusia pembelajar; dan warga negara.

Betul jika pendidikan berkontribusi dalam karir suatu individu. Namun, fenomena yang terjadi dalam dunia kerja ibaratnya dua insan yang saling mencari tapi tak kunjung dipertemukan. Maksudnya, menurut pekerja “cari kerja itu sulit!”. Di sisi lain, menurut perusahaan cari pekerja sama saja sulitnya. Kalau begini, artinya ada mismatch antara demand and supply. Bisa saja karena keahlian yang dicari tidak ada atau jurusan tertentu di Indonesia dibuka lapangan kerjanya seasonal.

Contohnya, jurusan sustainable energy engineering (karena energi yang mulai gencar diimplementasikan sekarang bukan cuma energi fosil). Untuk bidang keilmuan, ini seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami karena jurusan tersebut ada namun di Indonesia biasanya tidak berdiri sendiri melainkan masuk ke jurusan Teknik Industri, Teknik Mesin, Teknik Fisika, dan sebagainya.

Contoh kasus “belum jodohnya” antara pekerja dan pemberi kerja yaitu ada perusahaan data di Indonesia yang menyoroti antara IPK dan performance kerja. Hasilnya menurut perusahaan, semakin tinggi IPK, maka individu tersebut semakin memungkinkan menjadi high performer atau memiliki prestasi bagus dalam dunia kerja. Memang berkorelasi, namun lucunya ini berlaku untuk IPK sampai di titik 3,4! Di atas poin 3,4 ternyata malah semakin rendah prestasi di dunia kerja.

Jadi ibaratnya, jika di dunia pendidikan suatu elemen dianggap wah (contohnya indeks prestasi), malahan di dunia karir tidak berarti memiliki nilai yang sebanding. Dalam pengukuran ini membuktikan adanya mismatch. Apa yang dianggap sukses di dunia pendidikan tidak dianggap sukses di dunia karir. Maka menyiapkan siswa/i untuk bekerja menjadi PR yang terus dikerjakan.

Bagaimana dengan pendidikan mempersiapkan seseorang menjadi manusia pembelajar? Ini dapat dirasakan selama pandemi COVID-19 yakni banyak orang kehilangan pekerjaan. Salah satunya ada seorang pilot di Indonesia yang biasanya sibuk dalam dunia aviasi sekarang beralih belajar hidroponik (props to him for being inquisitive!). Kenapa bisa? Karena adaptasi dan bisa menerima distrupsi adalah kuncinya!

Definitely not a fun fact, menurut penelitian WHO, di tahun 2030 penyakit terbesar yang akan dialami manusia bukan kanker melainkan depresi. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk meningkatkan sisi fleksibilitasnya. Artinya, sangat krusial untuk terus memiliki rasa ingin tahu.

Selanjutnya, apa itu pendidikan yang mempersiapkan individu sebagai warga negara? Sejak zaman merdeka hingga sekarang, orang-orang masih memperjuangkan hak asasi manusia (which is a good thing). Tapi, jika diperhatikan kok semakin kesini agak kebablasan dalam mengartikan hak tersebut seolah-olah melupakan bahwa hak berdampingan dengan kewajiban. Contohnya, polemik PPDB dalam menentukan siswa diterima/tidak di sekolah negeri. Bagi mereka nilai yang bagus sudah sepantasnya mendapatkan sekolah terbaik. Namun, hal tersebut mulai diubah oleh pihak yang berwewenang karena setiap siswa berhak mendapatkan pendidikan yang terbaik.

Speaker kedua yang tak kalah menginspirasi adalah Sonnya M. Uniplaita, Asisten Staf Khusus Presiden Billy Mambrasar. Ia mengatakan bahwa yang menjadi gap antara pendidikan dan kehidupan nyata adalah life skill. Di sekolah siswa/i belajar ilmu pengetahuan tapi, tidak belajar bagaimana hidup berdampingan dengan orang dengan perilaku yang berbeda.

Maka, beberapa tahun sebelumnya pemerintah sudah mencanangkan pendidikan karakter yang diimplementasikan dari jenjang SD hingga SMA. Ia juga menyetujui bahwa ada jurang antara pendidikan dan industri. Untuk menjawab isu pendidikan, Kemendikbud meluncurkan 7 program dan salah satu yang menjadi unggulan adalah revitalisasi vokasi yaitu kementerian ini bersinergi dengan industri. Harapannya siswa vokasi bisa langsung terserap dengan lingkungan kerja karena biasanya lulusan ini yang menjadi salah satu penyumbang angka pengangguran.

Dalam sesi ini, juga melibatkan speaker yang berkecimpung langsung dalam hal mengajar yaitu Putri Agustina Simatupang yang berprofesi sebagai Guru SMK Negeri 42 Jakarta, Co-founder @idvolunteering & Ketua Bidang Relawan Rumah Millennials. Putri pun setuju dengan poin-poin yang dikemukakan Ina Liem. Ia melihat murid-muridnya yang mengalami stress dalam menghadapi sekolah dan lulusan SMK yang sulit mencari kerja.

Namun, dalam meningkatkan inovasi dan kreativitas, sudah ada di kurikulum dan diminta untuk diterapkan di lesson plan (RPP) yaitu 4C (collaboration, communication, creativity, and critical thinking). Konsep 4C ini yang kemudian secara kreatif diimplementasikan para guru dalam berbagai metode misalnya, collaboration dalam diskusi kelompok dan creativity dalam kesempatan murid memberikan pendapat.

Putri pun setuju tidak ada pembelajaran life skill di sekolah dalam bentuk program yang nyata namun, pasti diajari di dalam proses belajar. Sudah jelas sangat berbeda antara ilmu pembelajaran jenjang TK hingga SMA yaitu pedagogi dan orang dewasa yaitu andragogi. Orang dewasa biasanya sudah tahu apa yang mereka mau atau dengan kesadaran penuh memilih mau belajar apa. Sedangkan, saat masih anak-anak, mereka cenderung menemukan motivasi belajar dari eksternal. Jika mereka diberi pertanyaan, “Why do you want to go to school?”. Mayoritas dari mereka secara sederhana akan menjawab karena disuruh orang tua, melihat teman-teman yang sekolah, dan sebagainya. Maka, pedagogi itu menjadikan guru center untuk memberikan pembelajaran. Apa yang diberikan guru itulah yang diserap para siswa.   

Pendidikan sangat krusial dan hak setiap individu karena mempersiapkan seseorang untuk berkarir; menjadi manusia pembelajar; dan warga negara. Oleh karena itu, pendidikan menjadi elemen penting untuk kemajuan bangsa dan ini menjadi permasalah yang sistemik sehingga untuk mengatasinya perlu kreativitas, inovasi, dan kolaborasi.

Trisina S

Trisina S Journalist of Rumah Millennials As electrical engineering graduate, she has particular interest in technology of both renewable and nonrenewable energy. She is keen on community involvement also reading novels when not spending time with errands.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close