Pendiri Facebook Akhirnya Raih Gelar dari Harvard dan Berpidato, Ini Pesannya Untuk Millennials

Facebook, siapa yang tidak mengenal sosial media berwarna biru yang didirikan oleh pemuda bernama Mark Zuckerberg ini. Sebuat perusahaan digital yang berawal hanya dari jejaring kampus, kini penggunanya hampir mencapai dua milyar orang di seluruh dunia. Di Indonesia bahkan penggunanya diklaim hampir mencapai 90 persen dari seluruh pengguna internet di Tanah Air. Namun dibalik kesuksesan tersebut, Mark kerap dikait-kaitkan dengan kegagalannya menyelesaikan studi di Harvard University alias drop out. Tapi rasanya hal itu tidak lagi menjadi pembahasan mengingat, kini Mark telah mendapatkan gelar dari mantan kampusnya itu.

Foto: Zuck / Facebook.com

Pada hari upacara kelulusan ke-366 pada 25 Mei yang diadakan oleh Harvard University, pemandangan unik terjadi. Seorang mantan mahasiswa yang mendapatkan gelarnya berkat kesuksesan Facebook yang luar biasa. Ya, benar Mark Zuckerberg memang mendapatkan gelarnya tidak dengan menjalankan kuliah seperti layaknya mahasiswa pada umumnya. Dirinya mendapatkan gelar Kehormatan setelah 12 tahun meninggalkan kampus terbaik dunia tersebut. Tidak hanya mendapatkan gelar, Mark juga memberikan pidato yang berisi pesan-pesan untuk para lulusan yang mayoritas adalah Milennials. Apa pesannya? Berikut adalah terjemahannya dari situs resmi Harvard University.

Presiden Faust, Dewan Pengawas, Dewan Fakultas, alumni, kawan, para orang tua yang bangga, anggota dewan administrasi dan semua lulusan dari universitas terbaik di dunia,

Saya merasa terhormat bersama denganmu hari ini karena, kalian meraih apa yang tidak pernah aku pernah raih. Lewat pidato ini, mungkin adalah pertama kalinya aku berhasil menyelesaikan sesuatu di Harvard. Lulusan 2017 selamat!

Saya adalah pembicara yang tidak diharapkan, bukan karena saya drop out, tapi secara teknis kita adalah generasi yang sama. Kita telah berada di sini hanya berbeda kurang dari satu dekade, belajar ide yang sama dan tidur di saat kuliah Ec10 yang sama. Kita mungkin telah mengambil jalan yang berbeda-beda untuk sampai di sini, khususnya jika kamu datang dari Quad (semacam perumahan mahasiswa di Harvard), tapi hari ini aku ingin berbagi apa yang telah aku pelajari tentang generasi kita dan dunia yang sedang kita bangun bersama.

Tapi pertama-tama, beberapa terakhir ini berhasil membawa saya kembali teringat banyak kenangan menarik.

Berapa dari kalian masih ingat apa yang kalian lakukan saat mendapat email yang menjelaskan bahwa kamu diterima di Harvard? Aku saat itu sedang bermain Civilization dan aku lari menuruni tangga, aku memanggil ayahku dan dirinya bereaksi dengan merekamku membuka email. Video itu mungkin video yang menyedihkan. Aku bersumpah, masuk ke Harvard adalah sesuatu yang dibanggakan kedua orang tuaku.

Bagaimana dengan kuliah pertama di Harvard? Kuliahku saat itu adalah Computer Science 121 (Ilmu komputer) dengan dosen yang menakjubkan Harry Lewis. Aku datang terlambat dan mengenakan t-shirt saja dan tidak menyadari bahwa kaos itu terbalik, bagian dalamnya ada diluar dan label kaosnyanya muncul di depan. Aku tidak tahu mengapa tidak ada yang memberitahuku, kecuali satu orang KX Jin, dia mengatakannya begitu saja. Kami akhirnya (di kemudian hari) menyelesaikan berbagai masalah bersama, dan sekarang dia menjalankan peran yang besar di Facebook. Dan itulah mengapa, lulusan 2017, kalian harus baik pada orang.

Namun kenangan terbaik dari Harvard adalah bertemu dengan Priscilla (istri Mark). Aku baru saja meluncurkan situs iseng saat itu, Facemash, dan dewan administratif ingin “bertemu” dengaku. Semua orang berfikir aku akan dikeluarkan. Orang tuaku datang untuk membantuku berkemas. Teman-temanku mengajakku ke pesta perpisahan. Beruntung, Priscilla ada di pesta itu bersama temannya. Kami bertemu sedang mengantri di kamar mandi di Pfoho Belltower, dan kata-kata romantis muncul, aku berkata “Aku akan dikeluarkan dalam tiga hari, jadi kita harus berkencan secepatnya.”

Sebenarnya, kalian semua bisa menggunakan kata-kata itu.

Aku akhirnya tidak dikeluarkan. Aku melakukannya sendiri. Priscilla dan aku mulai berkencan. Dan kamu tahu, film itu, yang membuat Facemash tampak sangat penting dalam menciptakan Facebook. Sebenarnya tidak benar. Namun tanpa Facemash aku tidak akan bertemu Pricilla, dan dia adalah orang terpenting dalam hidupku, jadi kamu bisa katakan itu adalah hal terpenting yang pernah aku ciptakan selama di sini.

Kita semua telah memulai pertemanan yang panjang di sini, dan bahkan sebagian berkeluarga. Itulah mengapa saya sangat berterima kasih pada tempat ini. Terima kasih Harvard.

Foto: Steven Senne / AP Photo

Hari ini aku ingin berbicara tentang tujuan (purpose). Namun aku di sini tidak untuk memberimu pidato standar tentang bagaimana menemukan tujuanmu. Kita adalah adalah millennials. Kita mencoba untuk menemukannya dengan insting. Aku akan menjelaskan bahwa menemukan tujuanmu tidaklah cukup. Tantangan untuk generasi kita adalah menciptakan dunia yang setiap orang memiliki kesadaran terhadap sebuah tujuan.

Salah satu cerita favoritku adalah ketika John F Kennedy mengunjungi pusat luar angkasa NASA, dia melihat seorang janitor yang membawa sapu dan kemudian mendekat dan bertanya apa yang janitor itu lakukan. Janitor itu merespon,”Mr. President, I’m helping put a man on the moon”. (Pak presiden, saya sedang membantu misi membawa manusia ke bulan)

Tujuan adalah sebuah kesadaran bahwa kita bagian dari hal yang lebih besar dari kita sendiri, bahwa kita dibutuhkan, bahwa kita memiliki sesuatu yang lebih baik untuk dikerjakan, Tujuan adalah yang menciptakan kebahagiaan sejati.

Kalian lulus di masa yang sangat penting. Ketika orang tua kita lulus, sebuah tujuan datang dari pekerjaan, dari gereja, dari masyarakat. Namun hari ini, teknologi dan otomasi melenyapkan banyak pekerjaan. Partisipasi masyarakat di lingkungan menurun. Banyak orang merasa putus hubungan (disconnected) dan depresi, dan berusaha untuk mengisi sebuah kekosongan.

Selama ini telah aku berkeliling, aku telah duduk bersama dengan penjara anak-anak dan pecandu obat-obatan, yang mengatakan bahwa hidup mereka bisa berubah jika mereka menemukan sesuatu untuk dikerjakan, sebuah program setelah sekolah atau suatu tempat. Aku telah bertemu dengan pekerja pabrik yang tahu bahwa pekerjaan mereka tidak akan ada lagi dan berusaha untuk menemukan tempat baru.

Untuk tetap membuat masyarakat kita maju ke depan, kita punya tantangan generasi. Tidak hanya menciptakan pekerjaan, tapi menciptakan kesadaran akan tujuan yang baru.

Aku ingat malam dimana aku meluncurkan Facebook dari asrama kecilku di Kirkland House. Aku pergi ke Noch’s (restoran pizza) bersama temanku KX. Aku ingat mengatakan padanya bahwa aku sangat bersemangat untuk mengkoneksikan komunitas di Harvard, tapi suatu hari seseorang akan mengoneksikan seluruh dunia.

Hal pentingnya adalah, tidak pernah terpikirkan bahwa seseorang itu adalah kami. Kami hanyalah anak-anak kampus. Kami tidak tahu apapun soal itu. Saat itu ada banyak perusahaan teknologi besar dengan sumber dayanya. Aku hanya berasumsi salah satunya pasti akan melakukan hal itu (mengoneksikan dunia). Namun ide ini sangat jelas untuk kita bahwa semua orang ingin terkoneksi. Jadi kami terus maju, hari demi hari.

Aku tahu banyak dari kalian punya cerita masing-masing seperti ini. Ide mengubah dunia yang jelas-jelas akan dilakukan orang lain. Tapi mereka tidak melakukannya, kamu yang melakukan.

Namun itu tidak cukup untuk memiliki tujuan sendiri. Kalian harus menciptakan kesadaran tentang tujuan bagi orang lain.

Aku menemukan itu dengan cara yang sulit. Tanpa sebuah kesadaran tentang tujuan yang lebih tinggi, ini adalah mimpi startup yang menjadi nyata. Hal ini mencerai-berai perusahaan kami. Setelah satu ketegangan terjadi, seorang penasehat mengatakan padaku, jika aku tidak setuju untuk menjual, aku akan menyesali keputusan itu sepanjang hidup. Hubungan relasi saat itu terpecah dan dalam sekitar satu tahun setiap orang di manajemen telah pergi.

Itu adalah saat tersulitku memimpin Facebook. Aku percaya pada apa yang kami lakukan, namun aku merasa sendirian. Dan lebih buruk lagi, itu adalah kesalahanku. Aku berfikir kesalahanku, seorang peniru, seroang anak 22 tahun yang tidak mengerti bagaimana cara kerja dunia.

Sekarang bertahun-tahun kemudian, aku paham bahwa itulah bagaimana cara kerjanya jika tanpa tujuan yang lebih tinggi. Tujuan itu bergantung pada kita untuk diciptakan sehingga kita bisa maju bersama.

Hari ini aku ingin berbicara tentang tiga cara untuk menciptakan sebuah dunia dimana setiap orang sadar tentang tujuan: dengan menjalankan projek besar yang bermakna bersama-sama, dengan mendefinisi ulang kesetaraan sehingga setiap orang memiliki kebebasan untuk mengejar tujuan dan dengan membangun komunitas di seluruh dunia.

Pertama, mari bahas tentang “projek besar yang bermakna”.

Generasi kita akan menghadapi sepuluh juta pekerjaan digantikan oleh otomasi seperti mobil dan truk otomatis. Namun kita memiliki potensi untuk mengembangkannya jauh lebih besar bersama-sama.

Setiap generasi memiliki pekerjaan yang penting. Lebih dari 300.000 orang bekerja untuk mengirim manusia di bulan termasuk janitor tadi. Jutaan orang menjadi relawan untuk mengimunisasi anak-anak di seluruh dunia melawan polio. Jutaan lebih orang membangun bendungan Hoover dan projek hebat lainnya.

Projek-projek itu tidak hanya memberikan tujuan bagi orang yang mengerjakan pekerjaan itu, mereka memberi seluruh negara kita sebuah kesadaran kebanggan bahwa kita bisa melakukan hal hebat.

Ini adalah giliran kita melakukan hal besar. Aku tahu kalian mungkin berfikir, “Aku tidak tahu bagaimana membangun sebuah bendungan, atau membuat jutaan orang terlibat dalam suatu hal.

Tapi bolehkan aku memberitahukan sebuah rahasia: tidak seorang pun yang tahu soal itu saat memulai. Ide-ide tidak datang dalam bentuk yang sempurna. Mereka akan menjadi jelas saat kalian mengerjakannya. Kamu hanya perlu memulai.

Jika aku harus memahami semua hal tentang mengoneksikan orang-orang sebelum aku memulai, aku tidak akan pernah memulai Facebook.

Film dan budaya populer memahami ini dengan cara yang salah. Ide dari momen eureka adalah kebohongan yang berbahaya. Itu membuat kita tidak berdaya sebab kita belum mendapat momen itu. Itu mencegah orang-orang dengan bibit ide-ide baik untuk memulai. Oh, kamu tahu tahu apa lagi yang film salah pahami tentang inovasi? Tiada siapapun yang menulis formula matematika di kaca jendela. Tidak seperti itu.

Bagus untuk menjadi idealis. Tapi bersiaplah untuk disalahpahami. Siap orang yang memiliki visi besar akan dipanggil gila, meskipun akhirnya kamu benar. Setiap orang yang menyelesaikan masalah kompleks akan disalahkan karena tidak sepenuhnya mengerti masalah, meskipun mustahil untuk mengetahui segalanya di awal. Setiap orang mengambil inisiatif untuk dikritik karena bergerak terlalu cepat, karena selalu ada orang yang ingin membuatmu melambat.

Di masyarakat kita, kita sering tidak melakukan hal besar karena kita takut melakukan kesalahan yang tidak akan kita abaikan jika kita tidak melakukan apapun. Kenyataannya adalah, apapun yang kita lakukan akan menghadapi masalah di masa depan. Namun itu tidak bisa mencegah kita untuk memulai.

Jadi apa yang kita tunggu? Ini adalah masa untuk generasi kita menentukan pekerjaan bersama. Bagaimana tentang menghentikan perubahan iklim sebelum kita menghancurkan planet ini dan dan membuat jutaan orang terlibat dalam pembangunan dan pemasarangan panel surya? Bagaimana tentang menyembuhkan semua penyakit dan meminta para relawan untuk melacak data kesehatan dan menunjukkan data genetik? Hari ini kita menghabiskan biaya 50 kali lebih banyak untuk menyembuhkan orang yang sakit ketimbang menghabiskan biaya untuk menemukan penyembuh agar orang tidak sakit. Itu tidak masuk akal. Kita bisa memperbaiki ini. Bagaimana tentang memodernisasi demokrasi agar setiap orang bisa memberikan suara secara online dan membuat personalisasi pendidikan agar setiap orang bisa belajar?

Pencapaian-pencapaian itu berada digenggaman kita. Mari lakukan itu semua dengan cara memberikan setiap orang di masyarakat kita sebuah peran. Mari melakukan hal-hal besar, tidak hanya untuk menciptakan kemajuan, tapi untuk  menciptakan tujuan.

Jadi mengambil projek besar bermakna adalah hal pertama yang bisa kita lakukan untuk menciptakan sebuah dunia dimana setiap orang memiliki kesadaran tentang tujuan.

Yang kedua adalah, “mendefinisi ulang kesetaraan agar setiap orang memiliki kebebasan yang mereka butuhkan untuk mengejar tujuan”.

Banyak dari orang tua kita memiliki pekerjaan tetap selama karir mereka. Sekarang kita semua adalah pengusaha, baik yang memulai projek atau yang masih mencari atau mendapat peran. Dan itu hebat. Budaya wirausaha kita adalah sebab mengapa kita menciptakan banyak sekali kemajuan.

Sekarang, sebuah budaya wirausaha tumbuh ketika mudah untuk mencoba banyak ide. Facebook bukanlah hal pertama yang aku ciptakan. Aku juga menciptakan games, sistem percakapan (chat), alat-alat belajar dan pemutar musik. Aku tidak sendiri, JK Rowling mendapat penolakan selama 12 kali sebelum mempublikasikan Harry Potter. Bahkan Beyonce harus membuat ribuan lagu untuk sebelum Halo. Kesuksesan terbesar datang dari kebebasan untuk gagal.

Namun hari ini, kita memiliki tingkat ketimpangan kekayaan yang menyakiti setiap orang. Ketika kamu tidak memiliki kebebasan untuk mewujudkan idemu dan membuatnya menjadi sebuah perusahaan bersejarah, kita semua kalah. Saat ini masyarakat kita telalu menilai pada kesuksesan dan kita tidak cukup untuk membuatnya mudah bagi semua orang untuk “banyak melempar” (mewujudkan ide).

Mari kita hadapi. Ada yang salah dengan sistem kita ketika saya bisa keluar dari sini dan membuat jutaan dola dalam 10 tahun di saat yang sama para mahasiswa tidak mampu membayar hutang pendidikan mereka apalagi memulai sebuah bisnis.

Lihat, aku kenal banyak wirausahawan, dan aku tidak kenal seorang pun yang menyerah untuk memulai sebuah bisnis karena mereka mungkin tidak bisa menghasilkan uang yang cukup. Tapi aku tahu banyak orang tidak mengejar impian karena mereka tidak memiliki bantal (keamanan) untuk mundur ketika mereka gagal.

Kita semua tahu kita tidak bisa sukses hanya dengan memiliki ide yang baik atau hanya bekerja keras. Kita sukses karena beruntung juga. Jika aku harus mendukung keluargaku untuk bertahan hidup tapi tidak memiliki waktu untuk membuat kode, aku tidak tahu aku akan baik-baik saja jika Facebook tidak berhasil, aku tidak akan berdiri di sini hari ini. Jika kita jujur, kita semua tahu berapa besar keberuntungan yang kita miliki.

Setiap generasi mengembangkan definisi kesetaraan. Generasi sebelumnya berjuang untuk sebuah suara dan hak sipil. Mereka memiliki New Deal (kontrak sosial pemerintah Amerika di tahun 1933-1938) dan Great Society (kontrak sosial oleh presiden Lyndon B. Johnson tahun 1964-1965). Sekarang adalah masa kita untuk menciptakan sebuah kontrak sosial untuk generasi kita.

Kita harus memiliki sebuah masyarakat yang mengukur kemajuan tidak hanya dengan ukuran ekonomi seperti GDP, tapi dengan bagaimana dari kita telah menemukan sebuah peran yang bermakna. Kita harus mengeksplorasi ide-ide seperti pendapatan universal mendasar (universal basic income) untuk memberi setiap orang keamanan untuk mencoba hal baru. Kita akan mengubah pekerjaan berulang kali, sehingga kita membutuhkan penitipan anak yang terjangkau sebelum bekerja dan fasilitas kesehatan yang tidak terikat pada satu perusahaan. Kita semua akan membuat kesalahan, jadi kita membutuhkan sebuah masyarakat yang sedikit fokus pada mengunci kita atau menstigmatiasi. Dan sebagaimana teknologi terus berubah, kita harus lebih fokus pada pendidikan yang terus menerus selama hidup kita.

Dan ya, memberikan setiap orang kebebasan untuk mengejar tujuan tidaklah gratis. Seseorang sepertiku harus membayarnya. Banyak dari kalian akan meraih kesuksesan dan harus membayar.

Itulah mengapa Priscilla dan aku memulai Chan Zuckerberg Initiative dan mengkomitmenkan kekayaan kita untuk mempromosikan kesempatan yang setara. Ini adalah nilai-nilai dari generasi kita. Itu bukan lagi sebuah pertanyaan apakah kita akan melakukannya. Satu-satunya pertanyaan adalah kapan (memulai).

Millennials adalah generasi paling dermawan dalam sejarah. Dalam satu tahun, tiga dari empat Millennial di Amerika Serikat memberi donasi dan tujuh dari sepuluh orang mengumpulkan uang untuk sebuah amal.

Namun ini bukan hanya tentang uang. Kamu juga bisa memberi waktu. Aku berjanji pada kalian, jika kalian meluangkan waktu satu atau dua jam satu minggu, hanya itu yang dibutuhkan untuk membantu orang dan membantu mereka mencapai potensinya.

Mungkin kalian berfikir itu waktu yang terlalu banyak. Aku dulu berfikir begitu. Ketika Priscilla lulus dari Harvard dan dia menjadi seorang guru dan sebelum dia melakukan pekerjaan edukasi denganku, dia mengatakan padaku aku perlu mengajar sebuah kelas. Aku protes, “Aku sibuk, aku menjalankan perusahaan ini.” Namun dia memaksa akhirnya aku mengajar sebuah program kewirausahaan di sekolah menengah di Boys and Girls Club.

Aku mengajarkan mereka pelajar tentang pengembangan produk dan pemasaran, dan mereka mengajarkan padaku bagaimana rasanya diburu karena ras dan memiliki anggota keluar berada di penjara. Aku berbagi cerita dari saat-saatku berada di sekolah dan mereka berbagi harapan mereka tentang suatu hari akan mampu berkuliah. Selama lima tahun ini, aku telah makan malam bersama anak-anak itu setiap bulan. Satu dari mereka mengundangku dan Priscilla di acara memandikan bayi pertama. Dan tahun berikutnya mereka masuk kuliah. Mereka semua. Jadi yang pertama masuk kuliah di keluarganya.

Kita bisa meluangkan waktu untuk membantu seseorang. Mari beri seseorang kebabasan untuk mengejar tujuan mereka. Bukan hanya karena itu adalah hal yang benar tapi karena ketika orang mampu mengubah mimpi mereka menjadi hal yang hebat, kita semua mendapatkan manfaat.

Tujuan tidak hanya datang dari pekerjaan. Cara ketiga yang kita bisa ciptakan untuk membuat kesadaran akan tujuan untuk semua orang adalah dengan membangun komunitas. Dan ketika generasi kita berkata “semua orang”, yang kita maksud adalah semua orang di dunia.

Angkat tangan sebentar: berapa dari kalian yang datang dari negara lain? Sekarang berapa dari kalian yang berteman dengan mereka? Terbukti, kita tumbuh dewasa dalam konektifitas.

Dalam sebuah survey menanyakan millennials di seluruh dunia apa yang mendefinisikan identitas kita, jawaban paling populer bukanlah kewarganegaraan, agama atau etnik. Identitas itu adalah “penduduk dari dunia”. Itu adalah hal yang besar.

Setiap generasi memperbesar lingkarang orang-orang yang kita anggap sebagai “bagian dari kita”. Bagi kita, itu artinya adalah seluruh dunia.

Kita paham bahwa sejarah manusia berubah dari orang-orang yang berkumpul bersama dalam angka-angka yag besar, dari suku menjadi kota hingga negara untuk mencapai hal yang tidak bisa kita capai sendirian.

Kita mendapat kesempatan terbesar kita dalam skala global, kita bisa menjadi generasi yang menghapus kemiskinan,  yang menghapus penyakit. Kita mendapat tantangan terbesar dalam skala global juga, tidak satupun negara bisa melawan perubahan iklim sendirian atau mencegah terjadinya pandemi penyakit. Kemajuan saat ini membutuhkan kebersamaan tidak hanya sebagai perkotaan atau bangsa-bangsa tapi juga sebagai komunitas global.

Namun kita hidup di masa yang tidak stabil. Ada orang yang tertinggal globalisasi di seluruh dunia. Akan sulit untuk peduli pada orang lain di tempat lian jika kita tidak merasa baik tentang kehidupan kita di sini di rumah. Ada tekanan untuk berbalik ke dalam.

Ini adalah perjuangan di masa kita. Kekuatan kebebasan, keterbukaan dan komunitas global melawan kekuatan otoritarianisme, isolasi dan nasionalisme. Kekuatan untuk akses pengetahuan, perdagangan dan imigrasi melawan mereka yang ingin memperlambatnya. Ini bukan sebuah pertempuran dari bangsa-bangsa ini adalah pertempuran ide. Ada banyak orang di setiap negara untuk koneksi global dan orang-orang melawannya.

Hal ini juga bukan ditentukan di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pertempuran itu akan terjadi di tingkat lokal ketika kita merasa sadar akan tujuan dan stabilitas pada hidup kita sehingga kita bisa terbuka dan mulai memerhatikan semua orang. Cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan membangun komunitas-komunitas lokal sekarang juga.

Kita semua mendapatkan makna dari komunitas kita. Entah itu komunitas di rumah atau tim olahraga, gereja atau kelompok musik, mereka memberi kita kesadaran bahwa kita bagian dari hal yang lebih besar, bahwa kita tidak sendirian. Mereka memberi kita kekuatan untuk mengembangkan wawasan.

Itulah mengapa sangat mengejutkan bahwa keanggotaan kelompok-kelompok itu berkurang menjadi seperempatnya saja. Ada banyak orang yang sekarang butuh menemukan tujuan di tempat lain.

Tapi aku tahu kita bisa membangun kembali komunitas kita dan memulai yang baru karena banyak dari kalian telah melakukannya.

Aku bertemu dengan Agnes Igoye, yang lulus hari ini. Dimana kamu Agnes? Dia menghabiskan masa kecilnya di tengah konflik di Uganda, dan dia sekarang melatih ribuan petugas penegak hukum untuk menjaga komunitas tetap aman.

Aku bertemu Kayla Oakley dan Niha Jain, lulus hari ini juga. Berdiri. Kayla dan Nisa memulai sebuah gerakan non-profit yang menghubungkan orang-orangyang menderita sakit dengan orang-orang di komunitas mereka yang bersedia membantu.

Aku bertemu David Razu Aznar, lulus dari Kennedy School hari ini. David, berdiri. Dia adalah mantan penasehat kota yang berhasil memimpin perjuangan untuk menciptakan Mexico Citu sebagai kota di Amerika Latin yang memperbolehkan kesetaraan pernikahan, bahkan sebelum San Francisco.

Ini juga ceritaku, Seorang mahasiswa di sebuah kamar asrama, mengoneksikan satu komunitas suatu saat, dan memeliharanya sampai suatu hari kami mengoneksikan seluruh dunia.

Perubahan dimulai lokal. Bahkan para pengubah global memulai dari yang kecil dengan orang-orang seperti kita. Dalam generasi kita, perjuangan apakah kita mengoneksikan lebih banyak, apakah kita mencapai kesempatan terbesar kita, berujung pada hal ini: kemampuanmu untuk membangun komunitas dan menciptakan sebuah dunia yang setiap orang memiliki kesadaran akan tujuan.

“Lulusan 2017, kalian lulus ke dunia yang membutuhkan tujuan. Itu terserah pada kalian untuk menciptakannya..”

Sekarang, kalian mungkin berfikir “bisakah aku melakukannya?”

Ingat ketika aku mengatakan pada kalian bahwa kelas yang aku ajar di Boys and Girls Club? Suatu hari setelah kelas aku berbicara pada mereka di kampus dan satu dari siswa terbaikku mengangkat tangan dan berkata dia tidak yakin dia bisa melakukannya karena dia tidak terdokumentasi (tidak memiliki identitas warga negara). Dia tidak tahu apakah mereka akan memperbolehkan dirinya.

Tahun lalu aku membawanya sarapan untuk ulang tahunnya. Aku ingin memberinya sebuah hadiah, jadi aku memintanya dan dia mulai berbicara tentang siswa-siswa yang dia lihat sedang kesulitan dan berkata “Kamu tahu, aku merasa seperti sebuah buku tentang keadilan sosial.”

Aku sangat terkejut. Dia adalah anak muda yang punya segala alasan untuk menjadi sinis. Dia tidak tahu apakah negara yang dia sebut sebagai rumah, yang satu-satunya dia ketahui, akan menolak impiannya untuk masuk kuliah. Namun dia tidak merasa sedih untuk dirinya sendiri. Dia bahkan tidak berfikir untuk dirinya sendiri. Dia memiliki kesadaran akan tujuan yang lebih besar dan dia akan mengajak orang lain bersamanya.

Kisah ini mengatakan sesuatu tentang situasi kita saat ini yang bahkan aku tidak bisa menyebutkan nama anak itu karena aku tidak ingin menempatkannya pada resiko. Namun jika seorang anak sekolah menengah yang tidak tahu bagaimana masa depan akan memberinya peran untuk membawa dunia maju, maka kita berhutang pada dunia untuk menjalankan bagian peran kita juga.

Sebelum kalian melewati gerbang-gerbang itu sekali lagi, mengingat kita duduk di depan Memorial Church, aku teringat tentang sebuah doa, Mi Shebeirach (doa Yahudi), yang mengatakan bahwa ketika aku menghadapi tantangan, aku bernyanyi pada anak perempuanku, berfikir tentang masa depannya ketika aku menidurkannya di atas kasur.

“Semoga sumber kekuatan yang memberkati kita semua, membantu kita menemukan keberanian untuk membuat hidup kita sebuah berkat.”

Aku berharap kamu menemukan keberanian untuk menciptkan hidupmu sebagai sebuah berkat.

Selamat, lulusan ’17! Semoga beruntung! (Mark Zuckerberg)

 

Author

Bagus Ramadhan. Pemuda asal Malang yang lulus dari Kota Pahlawan. Penggiat pemasaran positif dan penyebar ide-ide kreatif. Saat ini menjadi Peneliti Pemasaran dan Penulis Konten di Good News From Indonesia, Content Coordinator Rumah Millennials dan ia juga merupakan Co-Founder dari situs platform ide teknologi, TEKNOIA.

 

 

 

 

 

Editor : @mrtaufanakbari

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close