Inilah Kenapa Mindfulness Itu Penting dan Banyak Manfaatnya Buat Kesehatan Mental

Jakarta – RumahMillennials.com | Dalam sesi kedua Rumah Millennials Virtual Conference #InspirasiDariRumah, Ayu Kartika Dewi (Staff Khusus Presiden RI) dan Hendrick Tanuwijaya (Riliv’s Mindfulness Expert) menjadi narasumber untuk materi “Mindfulness #TenangDiRumah, Sabtu 11 April 2020. Sesi ini dihadiri oleh lebih dari 100 partisipan dari seluruh Indonesia via Zoom Meeting.

Hendrick memberikan pengertian praktis bahwa mindfulness adalah cara untuk menyadari kalau batin kita sedang bekerja. Ayu juga mengatakan bahwa mindfulness itu ilmiah. Mindfulness bukan berarti buddhisme, meditasi, atau yang berhubungan dengan aura tetapi fokus pada kejadian momen saat ini. Berarti, mindfulness ini adalah upaya untuk hadir secara sadar kepada hal-hal yang berada di hadapan kita. Hendrick juga mengatakan kalau mindfulness juga bentuk latihan pada diri kita untuk memberikan perhatian sepenuhnya (fully immersed) kepada hal-hal di sekitar kita.

Hendrick menyebutkan kalau kita sudah bisa mindfulness, keuntungannya dahsyat. Ketika batin dan otak berada pada keadaan sinkron, kita akan merasa lebih tenang. Maksudnya sinkron ini ketika hati dan otak memusatkan perhatian pada satu hal di depan kita tanpa memikirkan hal lainnya. Di sisi lain, kalau pikiran suka berkelana kemana-mana, batin kita kemungkinan akan terganggu.

Manfaat mindfulness juga didukung dengan banyak bukti scientific. Secara scientific, mindfulness dapat mengurangi tekanan darah, memudahkan tidur, mengecilkan amigdala (area yang bisanya bereaksi ketika panik), memperbanyak ikatan neuron di hippocampus, dan lain-lain. Kalau bisa disimpulkan, baik secara scientific dan juga praktek, mindfulness punya manfaat yang bisa untuk membuat kita lebih bahagia dan tidak melakukan penilaian terhadap apapun.

Ciri yang harus dikembangkan dari mindfulness, kata Hendrick, adalah rasa ingin tahu. Ketika kita ingin tahu sesuatu, hati dan pikiran kita akan fokus untuk mencari jawaban dari rasa penasaran itu. Ini membuat kita fully immersed dan tidak memikirkan hal-hal lain di luar sesuatu yang ingin kita tahu. Artinya, kita tidak terobsesi pada satu pikiran pun, ibaratnya, kalau kata Hendrick, seperti menonton bioskop. Saat kita menonton bioskop, pikiran dan hati tertuju pada layar bioskop untuk mengetahui bagaimana alurnya, endingnya, dan juga momen-momen tertentu yang berhubungandengan kita.

Foto: UCI Sites

Ini juga berhubungandengan miskonsepsi antara mindfulness dengan multi-tasking. Multi-tasking menurut Ayu adalah mitos. “Sebenernya multi-tasking itu mitos. Kita harus mindful dan fokus pada satu hal. Jangan multi-tasking karena membuat pekerjaan tidak efektif” jelas Ayu. Ibaratnya, kalau misalkan kita menonton film sambil chattingan, pasti ada momen yang terlewatkan.

Pikiran kita terkadang berjalan dengan sendirinya dan suka berkelana. Ini bisa menjelaskan tentang quarter life crisis yang sering terjadi. Quarter life crisis adalah bentuk overthinking karena pikiran kita mulai membandingkan diri sendiri dengan orang lain sehingga kadang pikiran yang berkelana bercampur dengan keinginan kita. Kita harus mengidentifikasi dulu apakah pikiran kita sedang kemana – mana. “Perlu dirasakan apakah ini pikiran kita yang berkelana atau yang sebenarnya kita inginkan. Belum tentu kita harus sukses seperti orang lain dan bisa menentukan pilihan” tutur Hendrick. Ayu justru berpendapat kalau nggak ada yang namanya quarter life crisis, karena life crisis itu akan terjadi setiap saat.

Kemudian soal optimisme, merasakan emosi, dan mindfulness, Ayu menegaskan kita harus menerima diri dulu baru bisa berpikir positif, serta rasakan emosi yang terjadi di dalam diri kita. Ayu mengatakan “kadang kita gak sadar kita sedang merasakan apa. Makanya, kita harus mengenali emosi dan setelah itu tanya “kenapa kita diperlakukan seperti itu?” karena kita dikritik didepan orang”. Baru setelah itu, ketika kita telah selesai meluapkan emosi dan menerima diri sendiri, kita baru bisa lebih optimis terhadap hal-hal yang terjadi selanjutnya. Namun, Hendrick menjelaskan, berpikir positif itu bukanlah sebuah pelarian. “Jangan berpikir bahwa pikiran positif bukan menjadi pelarian dan pikiran positif juga patut dikembangkan.” Kata Hendrick.

Ayu dan Hendrick punya cara untuk klita bisa menjadi pribadi yang mindful. Hendrick mengkonsepkannya menjadi FACE (Focus, Acknowledge, Comeback, Engage). Kalau Ayu lebih fokus pada dua hal: apa yang bisa diselesaikan dan sisi apa yang mengharuskan kita untuk berdamai. Hal-hal yang tidak terlalu penting, abaikan saja agar tidak menumpuk dalam pikiran.

Intinya, Mindfulness itu adalah cara agar kita lebih bijak, produktif, dan menyehatkan secara batin. Mindfulness membuat kita lebih sadar akan apa yang terjadi saat ini. Yuk, kita sama-sama praktekkin mindfulness!

Rizky Ridho Pratomo

Siblings Rumah Millennials Saya adalah mahasiswa tingkat akhir jurusan Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Bidang yang saya minati adalah Politik, Keamanan, Hubungan Internasional, Filsafat, Agama, Lingkungan, Pendidikan dan Pengembangan kepemudaan. Memiliki passion dalam menulis artikel dan membaca buku. Beberapa bulan lalu bergabung di Rumah Millennials dan menjadi Kepala Bidang Riset dan Pengembangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close