Para Entrepreneur, Professional, Pemerintah, Dan Kampus Perlu Berkolaborasi Untuk Mendukung Ekosistem Startup Indonesia

JAKARTA – RumahMillennials.com | Startup atau bisnis rintisan tak bisa dilepaskan oleh generasi millennial Indonesia. Sejak 2014, millennial Indonesia semakin semangat untuk mendirikan startup atau bekerja untuk startup sebagai salah satu pilihan karir setelah lulus.

Startup memang identik dengan generasi muda yang berapi – api, penuh ide, kreatif, out of the box, dan kerap menjadi momok bagi perusahaan yang sudah existing karena kerap men-disrupsi bisnis mereka. Sudah banyak cerita sukses startup yang menjadi inspirasi bagi para millennial seperti empat unicorn Gojek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka.

Cara kerja startup pun beda jauh dengan gaya perusahaan konvensional, dimana lingkungannya lebih bebas berekspresi, didorong untuk menggagas suatu ide serta eksekusi, berkantor di tempat yang bermacam – macam seperti co-working space, dan tak ada baju kerja formal. Satu lagi, startup identik sekali dengan digital things baik itu platform website maupun aplikasi.

Mendirikan startup memang sedang menjadi tren, tapi tahukah kamu, menurut Tech In Asia 90% startup berakhir gagal dan hanya 1% yang berkembang jadi unicorn. Dari data statistic CB Insights lewat laporan post-mortem, alasan utama tutupnya startup karena tidak ada kebutuhan pasar (42%) dan kehabisan dana (29%).

Sumber: Tech In Asia

Soal dana, hal inilah yang menjadi perhatian dalam Forum Group Discussion (FGD) Yayasan Startup Digital bersama para penggiat startup, mentor, investor, dan trader, yang diadakan Jum’at 13 September 2019 di Ruang & Tempo. Topik pembahasan utama soal funding startup tujuannya untuk mencari usulan terkait terkait funding untuk mendukung ekosistem startup Indonesia.

Masalah funding memang sangat kompleks bagi para startup untuk modal finansial mereka. Di satu sisi, mereka punya banyak ide menarik dalam bisnisnya, tapi karena baru merintis maka secara finansial mereka tetap kesulitan karena ada banyak biaya yang harus dikeluarkan. Rata – rata, dana funding untuk startup dialokasikan untuk tiga hal; teknologi, biaya marketing, dan biaya operational.

Mencari investor tidaklah mudah, karena investor ingin pertumbuhan startup yang cepat lewat seberapa banyak engagement, pengguna, dan solusi yang ditawarkan kepada market. Ada beberapa startup yang mencari modal lewat memenangkan kompetisi, tapi hal itu juga bukan jaminan bagi startup untuk tetap sustain secara bisnis. Masalah juga ada pada investor, karena mereka bingung saat mau invest ke startup tapi belum siap secara bisnis.

Suasana FGD Yayasan Startup Digital

Maka dari itu, berbagai upaya telah dilakukan baik dari swasta maupun pemerintah. Salah satunya dari Kemenristedikti, yang memiliki program akselerasi startup kepada mahasiswa Indonesia. Program ini bertujuan agar mempercepat para mahasiswa berada di lingkungan startup, dengan pembinaan secara bertahap. Namun langkah ini, dipertanyakan oleh beberapa anggota diskusi karena memberikan dana besar kepada mahasiswa startup digital, belum tentu menyelesaikan masalah karena belum tentu mahasiswa itu bisa me-manage finansial dalam angka besar.

Jika memang ingin membangun ekosistem startup dari mahasiswa, maka pendidikan Indonesia kurikulumnya harus menyesuaikan dengan skill – skill yang dibutuhkan di zaman ini. Bukan hanya menjadi spesialis, tapi mahasiswa harus menguasai skill kewirausahaan, misalkan mahasiswa yang belajar coding, juga mengerti bagaimana menjalankan bisnis. Selain itu, interaksi mahasiswa antar jurusan juga perlu ditingkatkan, karena kendalanya adalah mahasiswa terjebak dalam lingkaran pergaulan yang sesame mereka saja, misal anak engineer mainnya hanya yang satu jurusan saja, tapi gak gaul sama anak – anak management. Akibatnya, mereka sering kekurangan orang yang mengerti soal bisnis management saat menjalankan startup. Maka kampus perlu memberikan wadah, agar mahasiswa antar jurusan bisa bertemu, berdiskusi, dan menjalankan project bersama.

Yang tak kalah penting, para entrepreneur yang sudah mapan baik di level korporasi maupun startup, ada baiknya membuat program mentoring kepada para startup yang masih baru secara konsisten. Dalam program tersebut, gandenglah pemerintah agar para penggiat startup juga mendapatkan perhatian dari negara sehingga pemerintah bisa membantu dalam hal regulasi. Program pembinaan bisa fokus mengajarkan dan mengarahkan startup muda dalam mencari dana dan mengelolanya dengan baik. Sehingga ke depannya, mereka bisa mendapatkan modal secara mandiri tanpa harus berdarah – darah.

Seperti artikel FGD dengan Yayasan Startup Digital sebelumnya soal talent, memang semua pihak harus bergerak bersama – sama agar masalah pendanaan kepada startup ini ada solusinya. Potensi ekonomi Indonesia ke depannya juga banyak dari perkembangan startup digital, maka dari itu menjalankan program pembinaan secara konsisten dengan tujuan yang jelas akan sangat membantu bagi para penggiat startup dalam meningkatkan bisnis mereka.

Audi Rahmantio

Journalist and Publication Coordinator at Rumah Millennials The man who love to share about interesting and unique story of Indonesia as well as youth development through youth organization community. Currently, Audi started his career as public speaker in radio and being freelance MC and Moderator for several events

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close