Tantangan Bagi Calon Tenaga Kerja Dan Pencari Bakat Dalam Era Digital

“Jaman sekarang nyari kerja tuh susah. Kalo cuma lulusan universitas lokal, IPK lu dibawah 3.0, gak punya sertifikat apa – apa, mana ada yang mau nerima”

“Jakarta keras cuy! Lapangan kerja dikit tapi fresh graduate membludak, persaingan ketat nih. Apa gw buka bisnis aja ya? Atau, lanjut aja deh ke S2”

“Nih liat! Gw rajin ikut workshop, sertifikat gw banyak, IPK 3.0 keatas, punya nilai TOEFL tinggi, tapi kok masih susah ya dapet kerja yang gw mau dengan gaji yang sesuai standar? Gw kurang apa sih?”

JAKARTA – RumahMillennials.com | Percakapan – percakapan diatas sebenarnya gak cuma saya denger sekarang, tapi dari jaman saya SD dulu dari awal 2000an udah sering denger. Lulusan baru terus meningkat tiap tahunnya tapi lapangan kerja terbatas.

Jadilah dulu saya pikir “oh nyari kerja itu emang susah. Persaingan makin ketat”. Gak salah sih, memang kenyataanya nyari kerja gampang – gampang – susah, tapi yang cukup mengagetkan saya adalah waktu saya sudah beranjak dewasa seperti sekarang ini, dan kerja di Jakarta untuk pertama kali, tepatnya di perusahaan outsourcing dulu saat 2016.

Banyak klien yang mengeluhkan susah nyari tenaga kerja yang sesuai dengan kriteria mereka. Ditambah lagi setelah saya mengenal dunia startup, keluhan seperti itu ternyata jadi tantangan bagi pelaku startup. Celakanya, baik di dunia startup maupun perusahaan corporate yang sudah mapan, mencari talent yang sesuai standar perusahaan dan mau berkontribusi secara konsisten dalam jangka waktu yang lama sulitnya luar biasa. Terutama bagi generasi millennial, kerja setahun itu itungannya udah “lama”.

“sebenernya daripada orang nyari kerja, lebih sulit kita sebagai perusahaan nyari talent. Soalnya, jadi karyawan itu bukan sekedar lulusan dari universitas ternama dengan IPK tinggi, tapi attitude serta work ethic itu yang juga jadi kriteria utama”

Pernyataan itu dilontarkan oleh salah satu pelaku startup yang tak mau saya sebutkan nama dan perusahaanya. Namun menurut saya, pernyataan seperti itu mewakili para perusahan baik itu corporate maupun startup yang ternyata sangat sulit mencari tenaga kerja.

Inilah yang jadi pokok pembahasan dalam diskusi forum yang diadakan oleh Yayasan Startup Digital bersama para pelaku startup, perwakilan pemerintah, dan beberapa HR perusahaan korporasi. Bertempatan di Ruang & Tempo Jum’at 6 September 2019, diskusi ini dipimpin oleh Enda Nasution selaku ketua Yayasan Startup Digital.

Dalam diskusi ini, perwakilan pemerintah yang hadir diantaranya Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Hari Santosa Sungkari, Kementrian Koordinator Bidang Pertanian, Kasie Perancangan Pemberdayaan Kreatifitas Kominfo Sony Hendra Sudaryana. Ada juga CEO Youthmanual, HR dan Marketing representative Tani Hub, HR PT Sinarmas, dsb.

Semuanya sepakat bahwa masalah talent saat ini adalah kemampuan technical yang kurang, fresh graduate yang tak siap dengan tantangan kerja, serta kedewasaan sikap dalam bekerja yang kurang didukung dengan skill. Hal ini bersumber dari sistem pendidikan Indonesia yang masih mengutamakan nilai dan ijazah sebagai syarat utama untuk kelulusan baik di SMA maupun universitas. Ditambah lagi, banyak pelajaran – pelajaran di kampus yang sudah tidak relevan dengan dunia kerja yang sekarang, dimana perubahan terjadi begitu cepat karena perkembangan teknologi. Mahasiswa lebih sering diajarkan teori ketimbang ditantang untuk membuat suatu karya yang berdampak positif bagi masyarakat.

Terlebih lagi, dari usia dini sampai menjadi mahasiswa, tidak pernah diajarkan mengenai ilmu mengenal diri seperti mengenal jati dirinya, passion, life value, perannya dalam lingkungan sekitar, hingga tujuan hidup.

Sehingga, saat setelah lulus, banyak dari mereka bingung mau kerja apa. Maunya kerja sesuai dengan jurusan kuliahnya tapi lapangan kerjanya jadi sangat sempit jika berpatokan dengan jurusan kuliah. Saat diwawancara, banyak dari fresh graduate kesulitan menjawab pertanyaan “apa tujuanmu bekerja di perusahaan ini? Peran apa yang bisa kamu maksimalkan untuk memajukan perusahaan ini?”, karena banyak dari mereka bahkan tidak tahu tujuan mereka melamar kerja untuk apa.

Lalu saat sudah bekerja, diberikan feedback oleh atasan dengan cara yang keras sedikit langsung baper terus mikir mau resign. Atau kerjanya sesuai standar saja, tidak ada adding value dari apa yang ia kerjakan untuk mengembangkan skillnya.

Inilah yang menjadi isu utama dalam diskusi bersama Yayasan Startup Digital. Namun sayangnya, dalam dua jam diskusi tersebut saya sendiri tidak menemukan ada pembahasan tentang action plan serta solusi konkret untuk menyelesaikan masalah tersebut, karena semuanya fokus dengan isunya. Jadi, saya akan memberikan sedikit gagasan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Saat diskusi ini, banyak yang mengkritik sistem pendidikan Indonesia yang salah. Okelah, saya sendiri setuju dengan hal itu tapi pendidikan di sekolah saja tidak cukup. Lingkungan sekitar anak – anak muda itu juga harus mendukung untuk membimbing mereka mengenal diri dan mengembangkan potensi.

Maka selain sistem pendidikan untuk para siswa, ilmu parenting juga harus diajarkan secara rutin oleh lembaga pendidikan ke orang tua siswa. Memulai dari lingkungan rumah yang supportif, semuanya berawal dari bagaimana orang tua membimbing anak – anaknya untuk mengenal diri dan mengembangkan potensinya.

Dalam hal ini, lembaga pendidikan ataupun pemerintah tidak bisa bergerak sendiri. Harus berkolaborasi dengan para pelaku usaha swasta baik startup maupun corporate, atau bisa juga mengajak yayasan atau gerakan pendidikan yang digagas oleh generasi millennial senior yang paham tentang parneting zaman now. Sekarang sudah eranya kolaborasi, pendidikan tidak bisa dijalankan oleh satu lembaga atau pemerintah saja, semuanya harus terlibat. Ada banyak startup digital yang bergerak di bidang pendidikan seperti Youthmanual, atau bisa juga gandeng gerakan dan komunitas yang bergerak dalam mengembangkan talenttalent generasi muda Indonesia untuk diajak masuk dalam ruang lingkup parenting.

Karena jika hanya berfokus pada anak mudanya saja, itu tidak cukup. Ada banyak faktor eksternal yang bisa menghambat generasi muda mengembangkan diri seperti orang tua yang terlalu protektif atau mengatur – atur, suasana di lingkungan sekitar yang banyak memberikan pengaruh negatif, atau lingkaran pergaulan yang membuat anak – anak muda gengsian. Maka dari itu, menciptakan suatu lingkungan yang berawal dari rumah bisa berdampak besar bagi si anak muda itu, agar ia bisa lebih percaya diri dan merasa mendapatkan dukungan dari orang – orang yang mereka cintai.

Sebagai kesimpulan, isu tidak nyambungnya antara pencari kerja dan pencari tenaga kerja sudah jelas yaitu demand dari perusahaan tidak didukung oleh sistem pendidikan yang bisa menghasilkan talent – talent yang dibutuhkan dalam tantangan zaman sekarang.

Maka dari itu, semuanya harus bergandengan tangan dan bersama – sama membina generasi muda untuk bisa survive dalam tantangan kerja zaman sekarang. Tidak hanya memberikan program pembinaan kepada mereka, tetapi masuk juga ke ruang lingkup rumah atau parenting. Karena jika dari rumahnya saja sudah positif, maka keluarnya pasti juga akan menjadi positif.

Lingkungan yang supportif akan menjadi kunci bagi para pemuda bisa mengenal diri dan mengembangkan potensi. Sehingga begitu mereka terjun ke dunia kerja baik itu menjadi karyawan di perusahan corporate atau startup, maupun mereka yang memutuskan mendirikan bisnis sendiri apapun bidangnya, mereka bisa bertahan serta memperjuangkan apa yang mereka cita – citakan dengan sikap yang lebih dewasa.

Audi Rahmantio

Journalist and Publication Coordinator at Rumah Millennials The man who love to share about interesting and unique story of Indonesia as well as youth development through youth organization community. Currently, Audi started his career as public speaker in radio and being freelance MC and Moderator for several events

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

RM Informations

Press Release
Future Destination
Community Ambassador (soon)
Next Event (soon)
RM Campus Network
RM Community (soon)
RM Contributor (soon)
RM Development (soon)
Archive

Press ESC to close